Memiliki agenda berlibur ke Pulau Bali serasa kurang lengkap jika
tidak mengunjungi obyek wisata yang berada di kawasan Kabupaten Bangli, yang
tak lain adalahi Pura Kehen. Mengapa dibilang kurang lengkap ? Karena Pura
Kehen memiliki keunikan tersendiri yang tepatnya pada pintu masuk pura yang
tidak menggunakan Candi Bentar seperti pura-pura pada umumnya di Bali.
Pintu masuk Pura Kehen berupa
Candi Kurung yang mana suasana kawasan disekitarnya sangat sejuk dan sangat
nyaman sekali. Selain itu, keberadaan
Bale Kulkul pada batang pohon Beringin turut
memberi kesan lain, sehingga Pura Kehen ini menjadi salah satu objek
pariwisata unggulan di Kabupaten Bangli.
Uniknya lagi Guys, bahwa
masyarakat setempat mempercayai jika patahnya pohon beringin tersebut adalah
suatu pertanda musibah ( grubug ). Hal ini disimpulkan dari kejadian-kejadian
yang pernah terjadi pada masa silam. Tidak hanya itu, letak batang yang patah
juga diyakini sebagai pertanda musibah yang akan melanda orang tertentu.
Sebagai contohnya pada saat raja
Bangli meninggal dunia, dahan pohon yang letaknya di Kaja Kangin ( Utara-Timur )
akan patah. Jika ada pendeta yang meninggal, maka dahan pohon yang sebelah Kaja
Kauh ( Barat Daya ) akan patah. Dan jikalau dahan yang patah di bagian Kelod
Kangin ( Timur Laut ) maupun Kelod Kauh ( Tenggara ) adalah pertanda akan ada
musibah yang menimpa masyarakat umum.
Oh iya Guys di Pura Kehen rutin
diadakan upacara keagamaan yakni setiap enam bulan sekali tepatnya pada Hari
Raya Pagerwesi ( Buda Kliwon Wuku Sinta ). Adapun upacara yang terbesar akan
dilaksanakan pada Ngusaba Dewa ( Karya Agung Bhatara Turun Kabeh ) yang
berlangsung berlangsung setiap tiga tahun sekali.
Pembaca masih ingin menggali
inormasinya lebih detail ? Memang jika berwisata disuatu tempat akan lebih
berkesan jika mengetahui akan sejarahnya. Seperti Pura Kehen ini juga mempunyai
suatu sejarah yang patut untuk diketahui hlo. Dari cerita yang dihimpun, belum
tahu pasti kapan tepatnya pura ini dibangun.
Meskipun begitu, ada tiga
prasasti berupa tembaga yang menyangkut keberadaan Pura Kehen tersebut. Salah
satunya ada sedikit informasi yaitu prasasti ketiga yang menjelaskan mengenai upacara-upacara
besar di Pura Kehen, petunjuk-petunjuk tersebut tentunya sangat berguna untuk penduduk
sekitar yang mana upacaranya dilaksanakan pada bertarikh Saka 1126 ( 1204
Masehi ).
Prasati tersebut didapati sebuah
nama dari Raja Sri Dhanadhiraja yakni putra dari Raja Bhatara Parameswara serta
cucu dari Bhatara Guru Sri Adhikunti beserta dengan permaisurinya yang bernama
Bhatara Sri Dhanadewi.
Didalam Prasasti pertama, terdiri
dari 18 baris dan berbahasa Bali Kuno ada menyebutkan nama “Hyang Karinama”,
yang jelasnya Hyang Api di Desa Simpat Bunut “Wangunan pertapaan di Hyang
Karinama jnganangan Hyang Api di Wanua di Simpat Bunut- Hyang Tanda”. Prasasti pertama
dibuat sekitar tahun 804 sampai 836 Saka atau 882 sampai 914 Masehi.
Sementara pada prasasti kedua
terdiri dari 10 baris dan berbahasa Jawa Kuno yang menyebutkan nama Senapati
Kuturan, Sapatha dan juga nama-nama pegawai raja yang dibuat sekitar tahun Saka
938 sampai 971 atau 1016 sampai 1049 Masehi. Asal usul nama Pura Kehen adalah
dari nama Hyang Api di prasasti pertama menjadi Hyang Kehen dalam prasasti
ketiga dan kemudian Pura Kehen.
Petunjung tersebut dapat
diartikan bahwa Pura Kehen sudah ada sejak tahun 804-836 Saka atau 882-914
Masehi. Dan dapat disimpulkan keberadaan Pura Kehen sudah ada pada akhir abad
IX atau diawal Abad X Masehi. Lokasi Pura Kehen berada di Desa Cempaga, Kecamatan
Bangli, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali, Indonesia.
Baca juga :
13 Pantai Indah Di Pulau Bali Yang Disukai Wisatawan Indonesia
30 Cafe Kekinian Dengan Desain Menarik, Unik Dan Kece Buat Selfie Di Bali
30 Cafe Kekinian Dengan Desain Menarik, Unik Dan Kece Buat Selfie Di Bali
0 komentar:
Posting Komentar